Salah satu dari sekian banyak potensi kekayaan yang terkandung dalam perut garis pantai 74 Km itu yang pasti menjanjikan hasilnya kalau digarap dan dikembangkan adalah Garam. Butir-butir garam yang tersebar dalam buih-buih air asin di kawasan Kecamatan Mangarabombang bisa menjadi “Kristal-kristal Berlian” jika digarap secara tekun dan serius. (Foto: Muhammad Said Welikin)
----------------
Butir-butir Garam Takalar:
BISA MENJADI “KRISTAL-KRISTAL BERLIAN”
Oleh : Hasdar Sikki
(Wartawan Tabloid LINTAS, Makassar)
Kabupaten Takalar yang terletak di sebelah selatan Kota Makassar yang jaraknya sekitar 40 Km, ini merupakan penyanggah Kota Makassar. Kabupaten Takalar ini juga masuk dalam kawasan program pembangunan Maminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa/Gowa, Takalar).
Daerah ini terkenal dalam sejarah sebagai pusat perjuangan melawan kolonial Belanda yang ditandai dengan bergabungnya 19 Kelasykaran seperti yang terpatri pada Monumen LAPRIS (Lasykar Pejuang republik Indonesia) di gunung Bulukunyi Kecamatan Polombangkeng Selatan.
Secara geografis Kabupaten Takalar pada posisi 53,533 derajat Lintang Selatan dan antara 119,22 – 18,39 derajat Bujur Timur. Berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa pada sebelah Utara, Laut Flores disebelah Selatan, Selat Makassar di sebelah Barat dan Kabupaten Jeneponto dan Gowa di sebelah Timur.
Kabupaten Takalar memiliki jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 272,316 jiwa. Keberadaan Takalar dengan posisi seperti itu membuat daerah ini memiliki potensi kekayaan yaitu kawasan pantai dan laut, kawasan dataran rendah untuk pertanian dan kawasan dataran tinggi atau pegunungan untuk perkebunan dan kehutanan.
Untuk kekayaan kawasan pantai dan lalut, amat sangat banyak potensi yang terkadung dalam perut garis pantai yang panjangnya 74 Km. Panjang garis pantai dibagi zona, menurut Dinas Kelautan dan Perikanan. Wilayah Kecamatan Galesong Selatan, Galesong dan Galesong Utara Zona Penangngkapan.
Kecamatan Sanrobone, Mappakasunggu, dan Mangarabombang sebagai Zona Budidaya. Kemudian di Kecamatan Mangarabombang dijadikan pula sebagai Zona Observasi. Setiap zona sangat menjanjikan untuk digarap dan dikembangkan agar memajukan pembangunan dan meningkatkan kesejahtraan mesyarakat Takalar.
Salah satu dari sekian banyak potensi kekayaan yang terkandung dalam perut garis pantai 74 Km itu yang pasti menjanjikan hasilnya kalau digarap dan dikembangkan adalah Garam. Butir-butir garam yang tersebar dalam buih-buih air asin di kawasan Kecamatan Mangarabombang bisa menjadi “Kristal-kristal Berlian” jika digarap secara tekun dan serius.
Melihat sumber kekayaan alam yang terkandung dalam butir-butir aliran air asing itu, sudah terang dan jelas akan menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah Kabupaten Takalar. Namun, apakah ada niat, atau paling tidak minat Pemerintah Kabupaten Takalar menggarap “butir-butir garam menjadi Kristal-kristal Berlian” itu. Sungguh merupakan tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Takalar yang dapat berimplikasi menjadi kerugian bila menghiraukannya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Takalar Drs. Achmad Rivai saat memberikan pembekalan kepada peserta Lomba Karya Jurnalitik dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2013 yang dipusatkan di Takalar, memaparkan potensi lahan produksi garam di Kabupaten Takalar seluas 388,6 hektare. Lahan pemberdayaan usaha garam rakyat (Pugar) pada tahun 2012 seluas 124 hektare berada di Kematan Mangarabombang dan Mappakasunggu. Produksi tahun 2012 mencapai 7.645 ton. Sedangkan target DKP mengharapkan meningkat menjadi 18 ribu ton untuk tahun 2013 ini.
Menyikapi potensi garam untuk digarap dan dikembangkan, ternyata Kepala DKP Kabupaten Takalar sudah meresponnya. Bahkan menurutnya, untuk mengembangkan potensi garam ini sudah dirintisnya sejak beberpa tahun lalu. Selama ini pembuatan garam hanya dikerjakan oleh masyarakat secara menual.
Mulai tahun 2012 yang lalu sudah diterapkan penggarapan garam dengan menggunakan teknologi tepat guna, yakni menerapkan secara maksimal penggunaan sistim Teknologi Ulir Filter (TUF) yang diadopsi dari petani garam di wilayah Cirebon Jawa Barat. Penggunaan pengelolaan sistim TUF diharapkan dapat meningkatkan hasil yang benyak dan kualitas garam lebih meningkat.
Penggarapan garam yang selama ini dikerjakan masyarakat secara manual kualitasnya hanya mencapai sekitar 57 persen. Setelah menerapkan teknologi TUF kualitas kadar garam sudah mencapai 88 sampai 97 persen. Capain kualitas 97 persen ini sudah dapat digunakan untuk garam industri. Sedangkan untuk menjadi garam yang dapat dikomsumsi masih harus melalui proses pengolahan pabrik.
Target yang diharapkan, lanjut Achmad Rivai, dalam setiap tahun harus mencapai antara 90 sampai 100 Ton perhektare. Hasil yang dicapai itu harus dibarengi dengan peningkatan kualitas. Jumlah hasil yang capai sangat besar sehingga harus dibarengi dengan adanya gudang penampungan serta pabrik pengolahan garam industri.
Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mengeluarkan program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar). Melalui program Pugar ini, pemerintah telah mencanangkan tahun 2013 ini, sebagai tahun peningkatan kualitas produksi garam Takalar. Juga mengupayakan menurunkan aanggran untuk pembangunan gudang dan pabrik pengolahan garam dalam tahun anggaran 2013 ini, tutur Acmad Rivai.
“Butir-butir Garam Jadi Kristal-kristal Berlian”
Lain lagi apa yang diuraikan Ketua Dewan Pembina Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Pusaran Indonesia Ir. Alimuddin Dg Namba. LSM yang dibinanya ini bergerak untuk peningkatan Pemberdayaan Usaha Kerakyatan. Alimuddin yang juga pegawai DKP Provinsi Sulsel ini sangat serius untuk mengembangkan pengelolaan garam di Takalar.
Sebagai putra daerah merasa terpanggil dan wajib hukumnya mengolah dan mengembangkan usaha garam yang semala ini dikerjakan oleh masyarakat. Potensi garam ini kalau garap secara tepat guna, tekun dan diseirusi Insya Allah akan dicapai “butir-butir Garam menjadi kristal-kristal Berlian”. Ungkapan ini bukan hanya sekedar mimpi, ini bias jadi kenyataan, ucapnya bersemangat.
Betapa tidak, kata Alimuddin saat ditemui di kantor LSM Pusaran Indonesia, setelah kami mempelajari dan melakukan observasi penggarapan di pulau Jawa dan Madura, ternyata potensi garam ini dapat meberikan kehidupan yang mapan dan lebih dari cukup terhadap penggarapnya. Selanjutnya kami turun mempelajari kondisi lahan untuk mengembangkan garam di Takalar. Kami turun ke lokasi di dusun Lakatong Pulau Desa Bontomanai Kecamatan Mangarabombang bersama instruktur yang kami undang Cirebon.
Menurut Instruktur, lokasi yang kami tinjau itu sangat baik untuk penggaraman. Kemudian informasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai potensi lahan pembuatan garam di Kabupaten Takalar termasuk salah yang terbaik di seluruh Indonesia.
Setelah melakukan peninjauan lapangan, atas saran Instruktur itu kami membuat lahan percontohan satu hektare di Dusun Lakatong Pulau itu. Saran Instruktur kami laksanakan. Sebagai percontohan dengan modal sebesar Rp. 31.000.000.-, kami menggarap cuma satu hektare dengan 2 (dua) orang tenaga kerja. Sesuai petunjuk Instruktur lahan itu kami garap dengan menggunakan sistem teknologi tepat guna yaitu sistim Teknologi Ulir Filter (TUF) seperti yang digunakannya di Cirebon.
Adapun sistem TUF yang dimaksud tersebut itu, pertama menampung air pada sebuah bedengan yang ukurannya sekitar 2 are lalu ditaburi abu sekam selama 2 – 3 hari. Kemudian air itu dialirkan kepada 14 bedengan.
Proses mengalirkan air dari setiap petak bedengan dengan model ulir (zigzak) harus melalui filterisasi. Sedangkan filter itu terbuat dari potongan-potongan pipa paralon besar sekitar 40 Cm (sesuai besarnya pematang bedengan). Potongan pipa besar itu diisi, ijuk, kerikil dan arang. Kemudian air yang dialirkan kepada 7 ruas bedengan untuk diendapkan selama 2 – 3 hari agar mencapai kadar “air muda”.
Setelah itu, air dialirkan pada 7 ruas bedengan berikutnya untuk diendapkan sampai mencapai kadar “air tua” atau mencapai kadar 20 persen setelah diperiksa melali alat ukur yang namanya Boumeter. Kadar 20 persen itu dialirkan ke dalam petak-petak bedengan sebanyak 10 bedengan. Tialp bedengan berukuran 3 X 7 meter. Air yang sudah ada dalam petak-petak bedengan itu diendapkan sambil menunggu proses terjadinya kristal-kristal garam yang berkualitas dengan kadar 80 – 97 persen. Demikian proses garam itu terus-menerus.
Melalu proses pembuatan garam dengan model Ulir (Zigzak) ini yang mengasilkan kualitas garam industry setiap petak bedengan berukuran 3 X 7 meter menghasilkan garam sekitar 2 ton bruto pertahun dengan kadungan kadar NaCl 95 persen dan kadar air 4 persen. Jadi untuk 10 petak bedengan di kali 2 ton bruto hasilnya mencapai sekitar 150 ton netto setelah pengurangan kadar kotor.
Mengenai harga garam dewasa ini kata Ir Alimuddin berkisar Rp. 800.- perkilogram. Kalau harga ini dikalikan berarti Rp. 800.- X 150 ton = Rp. 120.000.000.-. Nilai setelah dirupiakan yaitu Rp. 120.000.000.- dikurangi modal kerja sebesar Rp. 31.000.000.- sisa Rp.89.000.000.-. Kemudian hasil ini dikeluarkan kepada pemilik lahan yaitu Rp. 89.000.000.- X 40 persen = Rp. 35.600.000.-.
Jadi untuk penggarap memperoleh = Rp. 89.000.000.- X 60 persen = Rp. 53.400.000.-. perhitungan ini skala pertahun untuk satu hektare lahan pembuatan garam. Untuk penghasilan 2 (dua) orang tenaga kerja masing-masing memperoleh upah sebesar Rp. 30.000.000.- pertahun atau sebesar Rp. 2.500.000.- perbulan.
Melihat hasil yang dapat diperoleh dalam mengelolah pembuatan garam dalam satu hektar saja hasilnya sangat menggiurkan. Apalagi kalau potensi lahan produksi garam di Kabupaten Takalar yang luasnya 388,6 hektare, betapa besar penghasilan yang dapat diperoleh. Pemkab Takalar akan mendapatkan suntikan dana yang cukup besar sektor potensi pengeloaan garam. Demikian pula tenaga kerja yang terlibat dalam penggarapan garam tentu akan mendapat hasil setiap bulan sebesar Rp. 2.500.000.-, atau di atas standar upah minimum yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Sulsel sekitar Rp. 1. 900.000.-.
Mengembangkan potensi garam di Kabupaten Takalar, kalau dikerjakan dengan tekun, tentu bukan mimpi, tetapi bermuara pada sebuah kenyataan dimana “butir-butir Garam” setelah dijual tentu bisa membeli “kristal-kristal Berlian”. Sampai saat ini Berlian merupakan salah satu simbol kekayaan. (*-*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar